Ads

68 Ribu Hektare Hutan Adat Gunung Mas Jadi Fokus Perlindungan Pemprov Kalteng


Palangka Raya, Suarapewarna.com – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengakuan dan perlindungan hutan adat sebagai warisan budaya sekaligus penyangga kelestarian ekosistem. Penegasan ini disampaikan Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Darliansjah, saat membuka Musyawarah Pemangku Kepentingan Pengelolaan Hutan Adat Gunung Mas yang digelar oleh Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng di Luwansa Hotel, Palangka Raya, Kamis (14/8/2025).

“Hutan adat adalah identitas kehidupan masyarakat adat yang telah diwariskan turun-temurun. Selain memiliki nilai ekologi, juga sarat makna budaya, sosial, dan spiritual,” ujar Darliansjah.

Ia mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian Kehutanan hingga Juli 2025, sudah ada 333 ribu hektare kawasan yang ditetapkan sebagai hutan adat di Indonesia. Luasan itu dikelola oleh sekitar 83 ribu kepala keluarga masyarakat adat yang tersebar di 41 kabupaten dan 19 provinsi. Papua, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua Barat, dan Sumatera Utara tercatat sebagai daerah dengan hutan adat terluas.

Khusus di Kabupaten Gunung Mas, luas hutan adat mencapai 68.324 hektare yang terbagi menjadi 15 kawasan. “Pengelolaan hutan adat ini telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kehutanan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, serta regulasi turunannya yang memberi ruang bagi masyarakat adat untuk mengelola secara mandiri,” tegas Darliansjah.

Sementara itu, Ketua Harian DAD Provinsi Kalteng, Prof. A. Elia Embang, dalam laporannya menyebutkan, pengelolaan hutan adat di Gunung Mas memiliki sejarah panjang, termasuk di wilayah Tumbang Anoi yang memiliki 3.968 hektare hutan adat. “Keseluruhan wilayah ini menjadi bagian dari 68 ribu hektare kawasan hutan adat yang ada di Gunung Mas,” jelasnya.

Prof. Elia menambahkan, pengelolaan hutan adat tidak hanya soal menjaga pohon dan lahan, tetapi juga menyangkut pengelolaan kehidupan dan lingkungan secara menyeluruh, termasuk tanah, air, dan ekosistem yang ada. “Undang-Undang pasal 18B secara tegas mengakui hak-hak masyarakat adat. Tugas kita bersama adalah mengharmonisasikan kegiatan pemerintahan, dunia usaha, dan kehidupan sosial agar tercipta kedamaian,” ujarnya.

Acara musyawarah tersebut diakhiri dengan sesi foto bersama antara jajaran pemerintah daerah, tokoh adat, dan para pemangku kepentingan lainnya sebagai simbol kebersamaan dalam menjaga hutan adat untuk generasi mendatang.

Posting Komentar

0 Komentar
Bijaklah berkomentar, berikan kritik dan pesan yang baik.
close
Banner iklan disini