Palangka Raya, Suarapewrna.com - Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) baru-baru ini menggelar acara media briefing yang membahas hasil penelitian terkait perubahan pola produksi masyarakat akibat ekspansi perkebunan sawit. Acara ini berlangsung pada Jumat (31/1/2025) di Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dan dihadiri oleh sejumlah awak media dan perwakilan masyarakat setempat.
Kordinator Project Kalimantan YMKL, Djayu, menjelaskan bahwa penelitian ini merupakan hasil survei nasional yang dilakukan di empat desa: Paring Raya, Parang Batang, Sembuluh I, dan Sembuluh II. Penelitian tersebut mengungkapkan adanya perubahan signifikan dalam pola pekerjaan masyarakat, yang kini banyak beralih menjadi buruh perkebunan sawit akibat adanya perluasan izin perkebunan sawit.
"Data survei kami menunjukkan bahwa sektor perkebunan sawit telah menyebabkan berkurangnya wilayah kelola rakyat dan sumber daya alam yang dapat diakses masyarakat. Akibatnya, mereka terpaksa menjadi buruh di perkebunan sawit dengan upah yang sangat rendah," kata Djayu. Di desa Parang Raya dan Parang Batang, sekitar 75-80 persen warga bekerja sebagai buruh perkebunan dengan upah hanya 80 ribu rupiah per hari.
Dampak sosial dari ekspansi perkebunan sawit ini sangat dirasakan, terutama dalam aspek kesejahteraan masyarakat. Djayu berharap, hasil survei ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah, terutama dalam rencana ekspansi perkebunan sawit yang sedang dibahas. "Kami berharap pemerintah mempertimbangkan atau bahkan menghentikan rencana ekspansi perkebunan sawit ini, mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat sekitar," tegasnya.
Sementara itu, Nanang Haryadi, perwakilan masyarakat dari desa Parang Batang, mengungkapkan keprihatinannya atas rendahnya upah yang diterima warga yang bekerja di perkebunan sawit. Ia menjelaskan bahwa meskipun sudah mengajukan permohonan kepada pihak perusahaan untuk menaikkan upah, perusahaan tetap beralasan bahwa kebijakan upah harian sebesar 80 ribu rupiah sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah.
"Kami sudah berusaha meminta kenaikan upah, namun perusahaan tetap tidak mengubah kebijakan tersebut, meskipun sudah 4 tahun warga bekerja dengan upah yang sangat minim," ujar Nanang.
Ia berharap, dengan adanya penelitian ini, pemerintah daerah dapat mempertimbangkan kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat sekitar perkebunan, dan memastikan bahwa ekspansi perkebunan sawit dilakukan dengan memperhatikan aspek sosial yang lebih manusiawi.
Dengan penelitian ini, YMKL berharap agar pemerintah dapat melihat dampak luas yang ditimbulkan oleh ekspansi perkebunan sawit dan mengupayakan kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi masyarakat Kalimantan Tengah. [Hry/Red]